Rabu, 16 November 2016

Pengemis Pemalu

SORE yang mendung. Saya ada di deret lumayan belakang pada antrean agak panjang di SPBU Mayjen Sungkono ke arah Adityawarman. Sambil menunggu giliran, mata saya tertuju pada sesosok ibu berkain panjang, berkebaya dan berkerudung yang duduk di dekat pengisian angin/nitrogen dekat pintu keluar SPBU. Semula saya duga ia adalah ibu dari seseorang yang juga sedang antre mengisi BBM. Sebuah dugaan yang sejauh ini keliru. Karena, hingga saya mendekati giliran, tak seorang pengendara pun menghampirinya untuk melanjutkan perjalanan.

Selesai mengisi tanki kendaraan, saya dekati ibu itu yang di wajahnya terbaca sebagai perpaduan antara ragu dan malu.

“Menunggu siapa, Bu?” saya bertanya.

“Tidak menunggu siapa-siapa,” jawabnya.

“Lalu, kenapa Ibu disini?”

“Saya mengemis...”

Selembar uang sekian rupiah saya berikan, setelah sekian detik tertegun mendengar jawabannya, lalu melajukan kendaraan meninggalkan SPBU. Meninggalkan si Ibu, pengemis pemalu (karena pemula?) yang sepertinya melakukan itu karena terpaksa.

Sore kian turun dan, seperti biasa, beban pundak jalanan kota makin berat oleh volume kendaraan yang makin sarat. Lampu-lampu yang mulai menyala, menyalakan pula tanya tentang Ibu tua itu. Diantaranya;  kemana suami dan anak-anaknya? *****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar