Minggu, 14 Februari 2016

D i e t

Ilustrasi gambar: google
ANGKA pada timbangan di ruang Male Spa itu menunjuk angka 74,4 saat saya berdiri di atasnya. Oh, naik banget nih berat badan saya. Gara-gara sudah agak lama tidak donor darah, yang proses awalnya termasuk harus timbang badan dulu, menjadikan saya tidak tahu perkembangan berat badan saya. Terakhir donor mendapati bobot saya 68 kilogram, tahu-tahu sekarang naik 6,4 kg!

Saya harus diet!

Dasar saya ini tidak terlalu pintar, yang saya tahu tentang diet adalah mengurangi porsi makan. Dari yang biasanya setiap makan nasinya sepiring munjung, kini cuma sepertiganya saja. Yang penting sayur, yang penting buah. Untuk sayur, tidak terlalu ada masalah; di depan rumah ada pohon turi, yang tiada lelah berbunga saban hari. Untuk buah, ada sih pohon belimbing yang sudah mulai berbuah, tapi ya itu, buahnya kunthing, kecil-kecil. Padahal, di lemari es, dominasi isinya adalah air dan es belaka. Buah seperti apel, jeruk dan lainnya, cuma kadang-kadang saja menghuninya, hanya di tanggal muda.

Pendek cerita, sejak saya tahu bobot saya segitu, saya melakukan pengurangan porsi makan. Dan dua hari berselang, ketika ke Male Spa lagi, saya melakukan timbang badan. Hasilnya; pada display tertera angka: 72,4 kgs. Wah, hebat ini, berhasil ini diet saya. Dalam hitungan saya, kalau dua hari saja turun dua kilo, dalam sepuluh hari berat badan saya bisa tinggal limapuluh sekian kilo. Atletis banget. Dan untuk membentuk perut ini menjadi sixpack, tinggal rajin nge-gym dan olahraga lainnya. Itu tak terlalu sulit, saya kenal baik instruktur gym di tempat saya kerja ini.

Tahu hasilnya signifikan begitu, saya makin semangat melakukan diet. Suatu sore, saya makan nasi dua sendok saja, tetapi sayur eseng-eseng kembang turinya segunung. Hasilnya luar biasa: jika biasanya saya BAB jam setengah lima pagi, kali itu jam dua dini hari sudah harus berlari ke belakang, masur-masur. Buang hajat dengan tanpa ngedan karena isi perut langsung mengucur begitu saya dalam posisi. Ya, saya mencret!

Pagi, mampir ke ruang marketing dan mendapati alat timbang badan di sudut ruang. Teman-teman marketing dan accounting yang cakep-cakep dan bertubuh proporsional walau saya lihat suka ngemil itu, ternyata selalu mengontrol berat badan mereka. Iseng, saya numpang timbang badan di situ. Alhamdulllah, berkat 'murus' semalam, bobot saya menjadi 70, 2 kilo.

Sorenya, sepulang kerja saya ke apotek membelikan sirup obat batuk-pilek untuk si bungsu. Setelah mendapatkan obat yang saya maksudkan, sebelum pulang, begitu mata ini melihat ada alat timbang badan di sisi sudut selatan, saya nunut timbang. Hasilnya: jarum menunjuk angka 65 kilogram!

Besoknya, di tempat kerja, saya niat menuju timbangan digital tempat saya timbang kali pertama. Saya menemui teman yang sedang incharge di Male Spa, “Timbangan ini akurat?” tanya saya.

“Oh, itu sudah lama rusak,” katanya datar.

Uh, dasar! Dan lagi, jangan-jangan timbangan di ruang marketing dan di apotek itu juga sudah seperti omongan para pendusta; tak bisa dipercaya. *****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar